Pelabuhan Sastra

RELUNG PATAH
Oleh: Akbar Tanjung 

Namamu masih tertera dalam lautan kenangan, yang lukanya sampai sekarang masih sangat jelas terasa. Namun, hikayat tentang kita harus dihantam habis-habisan oleh deburan ombak sadar diri, yang memaksaku untuk terus melangkah dan sejauh-jauhnya berserah.



Sampai saat ini, desir ombak menjadi saksi. Kala waktu itu kita menatap hamparan lautan awan, pula langit yang mulai menjingga. Saling bertukar cerita, penuh canda tawa, hingga malam pun mulai tiba. Namun, sekejap saja kau hilang entah kemana, bersama malam yang temaram kau pergi tanpa ada sepatah kata.

Menyisakan aku dengan segala macam prasangka dalam benak, perihal kepergianmu yang terlalu tiba-tiba. Aku belum siap dengan kehilangan, kau tahu itu. Akan tetapi, kau tak pernah kembali dengan penjelasan yang aku inginkan. Hanya ada isak tangis yang perlahan mengisi sepi, memudarkan segala tentangmu yang lebih memilih pergi.

Kini, aku lebih memilih hidup dengan kesendirian, walaupun sepi selalu menyapaku dalam lamunan. Mencoba membiasakan hidup dalam kehilangan, meski perihnya masih dirasakan sampai sekarang. Aku yakin, aku cukup kuat melawan semua keresahan, jika suatu saat takdir mempertemukan kita kembali, aku yakin rasaku mungkin tak seperti dulu lagi. 


RINDU ITU MELEMAHKAN
Oleh: A2

Pagi ini, kabut rindu rupanya lebih membutakan hati. Setelah sekian lama mengasingkan diri dari ketersalingan yang harus berakhir dengan kata usai, semesta kembali menghadirkan sosokmu dalam mimpi tanpa tepi.

Dalam mimpi itu sosokmu begitu anggun nan mempesona, senyummu merekah begitu indah sampai sang mentari tak mau menampakkan diri. Bayang-bayang tentangmu membuat ku lupa akan masa depan yang harus aku gapai, seolah aku ingin kembali hidup dalam masa lalu bersamamu.

Tidak ada yang mampu menggantikanmu, sebab rasa yang membekas benar-benar menyiksaku. Kau berhasil menanamkan ingatan paling indah, selagi kita masih bersama memangku resah. Kini aku harus merelakanmu, meskipun rindu perlahan membunuhku.

Keinginan untuk tetap bersamamu sangat sulit dihadang, begitupun gejolak rindu yang kian hari semakin meradang, hingga sangat sulit untuk ku redam. Entah mengapa ini begitu berat untuk dijalani, gundah gulana melanda hati, terlalu cepat mengakhiri kisah indah yang semula bersemi.



KITA YANG KEMBALI ASING

Apakah kita terlalu naif, untuk sekedar menyelami perasaan kita masing-masing?
Di mana pernah, rindu selalu menyibukkan isi kepala kita untuk saling bertanya kabar

Apakah ambigu telah mengikis karang-karang rindu?
Ketika keangkuhan kita dipertemukan langit dan lautan, hingga biduk cinta dipaksa karam karenanya

Kita yang kembali asing
Kita yang membisu 
Namun penaku tak pernah bosan menuliskan namamu di atas tumpukan pusara rindu
Mungkin cuma ini yang dapat aku lakukan
Melarungkan tentangmu ke dalam jelaga sajak-sajak sebu

Gelabah malam memagut resah
Akan aku kembalikan semua kepada waktu
Di mana, pertemuan denganmu adalah nyata adanya
Di masa menjalani hari-hari denganmu indah adanya
Hingga lorong detik membawa ke ujung detak waktu ... menyeret kita pada ujung kisah yang tak akan pernah lagi berkasih

Semesta Yogyakarta , 29 Juni 2023




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jogja dengan segala kenangan 🍁

ketika uang jadi kendala perkuliahan, Mahasiswa bisa apa,? apalagi kuliah online..??