Pelabuhan Sastra
RELUNG PATAH Oleh: Akbar Tanjung Namamu masih tertera dalam lautan kenangan, yang lukanya sampai sekarang masih sangat jelas terasa. Namun, hikayat tentang kita harus dihantam habis-habisan oleh deburan ombak sadar diri, yang memaksaku untuk terus melangkah dan sejauh-jauhnya berserah. Sampai saat ini, desir ombak menjadi saksi. Kala waktu itu kita menatap hamparan lautan awan, pula langit yang mulai menjingga. Saling bertukar cerita, penuh canda tawa, hingga malam pun mulai tiba. Namun, sekejap saja kau hilang entah kemana, bersama malam yang temaram kau pergi tanpa ada sepatah kata. Menyisakan aku dengan segala macam prasangka dalam benak, perihal kepergianmu yang terlalu tiba-tiba. Aku belum siap dengan kehilangan, kau tahu itu. Akan tetapi, kau tak pernah kembali dengan penjelasan yang aku inginkan. Hanya ada isak tangis yang perlahan mengisi sepi, memudarkan segala tentangmu yang lebih memilih pergi. Kini, aku lebih memilih hidup dengan kesendirian, walaupun sepi selalu menyapaku